Cegah Stunting, Dinas Kesehatan Gelar PMBA

Beranda Daftar Berita Kegiatan Berita Cegah Stunting, Dinas Kesehatan Gelar PMBA
dr. Suarjaya,MPPM : Mari Buat Para Ibu Sehat Agar Melahirkan Generasi Cerdas

“Untuk mengatasi stunting, masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak balita, dan Indonesia fokus kepada 1000 Hari Pertama Kehidupan yaitu terhitung sejak konsepsi sehingga anak berusia 2 tahun. Mari Buat Para Ibu Kita Sehat sehingga kelak melahirkan generasi yang cerdas, dengan memberikan pemahaman kepada mereka betapa pentingnya menjaga kesehatan diri dan bayinya”, tegas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. Ketut Suarjaya, saat membuka acara Pelatihan Pemberian Makan Bayi dan Anak ( PMBA) yang dilaksanakan di UPTD Balai Pelatihan Kesehatan dan Masyarakat, Jln Gemitir 135 Biaung Kesiman Kertalangu Denpasar Timur, Senin, (9/3). Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dari Senin (9/3) sampai dengan Jumat (13/3) dan diikuti oleh 30 peserta.

dr. Suarjaya mengungkapkan, Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam kemiskinan.

dr. Suarjaya menambahkan, salah satu sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 adalah meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak. “Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain masih menghadapi masalah kekurangan gizi, kelebihan gizi juga menjadi persoalan yang harus kita tangani dengan serius. Hasil Riskesdas dari tahun 2007 ke tahun 2013 menunjukkkan fakta yang memperihatinkan. Dimana, underweight meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%,(kurus) menurun dari 13,6% menjadi 12,1%. Riskesdas 2010 dan 2013 menunjukkan bahwa kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) <2500 gram menurun dari 11,1% menjadi 10,2%”, katanya.

Kepala Dinas Kesehatan juga memaparkan bahwa, untuk status gizi remaja, hasil Riskesdas 2010, secara nasional prevalensi remaja usia 13 – 15 tahun yang pendek dan amat pendek adalah 35,2% dan pada usia 16 -18 tahun sebesar 31,2%. Sekitar separuh remaja mengalami sepertiga remaja mengalami defisit energi dan sepertiga remaja mengalami defisit protein dan mikronutrien.

“Salah satu rekomendasi dalam Global Strategy on Infant and Child Feeding, pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak sejak lahir sampai umur 24 bulan sebagai berikut : (1) Menyusui segera dalam waktu satu sampai dua jam pertama setelah bayi lahir (Inisiasi menyusu Dini/IMD), (2) Menyusu secara eksklusif sejak lahir sampai bayi umur 6 bulan, (3) Mulai memberikan makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang baik dan benar sejak bayi berumur 6 bulan; dan (4) Tetap menyusui sampai anak berumur 24 bulan atau lebih”, tegasnya

IMD dan ASI Eksklusif

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 450/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada Bayi di Indonesia lanjut dr Suarjaya, terdiri atas lima ketetapan termasuk penetapan mengenai pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai dengan usia anak 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai. Juga ditetapkan bahwa tenaga kesehatan agar menginformasikan kepada ibu mengenai anjuran ASI Eksklusif. pemberian informasi dianjurkan untuk mengacu pada 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM).

“Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997 – 2007 memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI eksklusif daro 40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007. Alasan yang menjadi penyebab kegagalan praktek ASI eksklusif bermacam – macam seperti misalnya budaya memberikan makanan pralaktal, memberikan tambahan susu formula karena ASI tidak keluar, menghentikan pemberian ASI karena bayi dan ibu sakit, ibu harus bekerja, serta ibu ingin bekerja , serta ibu ingin mencoba susu formula. Salah satu keberhasilan ASI eksklusif adalah Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Peran tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dalam proses IMD adalah vital”, ungkapnya.

Pemberian makanan yang baik sejak lahir hingga usia 2 tahun imbuh dr Suarjaya, merupakan salah satu upaya mendasar untuk menjamin pencapaian kualitas tumbuh kembang sekaligus memenuhi hak. “Menurut World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF),lebih dari 50% kematian anak nalita terkait dengan keadaan kurang gizi, dan dua pertiga dari kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian makan yang kurang tepat pada bayi dan anak, seperti tidak dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dalam satu jam pertama setelah lahir dan pemberian MP-ASI yang terlalu cepat atau terlambat diberikan. Keadaan ini akan membuat daya tahan tubuh lemah, sering sakit dan gagal tumbuh”, paparnya.

Oleh karena itu jelas dr. Suarjaya, upaya mengatasi masalah kekurangan gizi pada bayi dan anak balita melalui pemberian makanan bayi dan anak yang baik dan benar., menjadi agenda penting demi menyelamatkan generasi masa depan. Kegiatan yang dilakukan untuk mengintervensi anak dalam 1000 Hari Pertama Kehidupannya adalah dengan Pelatihan Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) bagi petugas kesehatan sebagai promotor kesehatan kepada masyarakat.

“Tujuannya adalah untuk membekali tenaga kesehatan dengan pengetahuan, ketrampilan, dan alat bantu untuk mendukung ibu, ayah dan pengasuh dalam meningkatkan praktik pemberian makan kepada bayi dan anak serta ibu hamil serta optimal yang difokuskan pada pemantauan pertumbuhan, pemberian ASI, Pemberian Makanan Pendamping ASI, pemberian makan pada ibu, bayi dan anak berbasis masyarakat”, katanya.

dr. suarjaya pun menuturkan, informasi yang utuh ini dianggap penting untukdisampaikan kepada kader posyandu sebagai sumber daya potensial yang langsung berhubungan dengan sasaran PMBA. Tenaga kesehatan sebagai fasilitator PMBA perlu dibekali informasi menyeluruh dan utuh tentang 1000 hari pertama kehidupan sehingga mampu menyampaikan kembali kepada konselor PMBA di tingkat posyandu.

“Ketersediaan fasilitator konseling PMBA saat ini belum menjangkau seluruh kabupaten dan kota. Disamping itu fasilitator konseling PMBA yang ada masih perlu untuk ditingkatkan kapasitasnya, oleh karenanya pelatihan ini sangat diperlukan agar peserta mampu memberikan Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak yang memiliki kompetensi sesuai dengan kaidah kediklatan”, jelasnya. (Humas Dinas Kesehatan Provinsi Bali)

  • PMBA
  • Peserta Pelatihan
Tagged with:
Skip to content