Kadiskes Bali dr. Ketut Suarjaya, MPPM membuka pertemuan pengelolaan obat di Bali bertempat di Ruang VIP Dinas Kesehatan Provinsi Bali (13 September 2019). Pengelolaan obat yang dimaksud adalah pengelolaan obat terkait Baksos, kegiatan BPBD, Pos Kesehatan Kantor Gubernur dan Obat-Obat Program Gizi, KIA, TB, HIV, Malaria, Hepatitis, Jiwa dan Hari-hari besar. Pertemuan tersebut diikuti oleh BPOM Denpasar, BPBD Provinsi Bali ,Lintas Sektoral dan Lintas Program di Dinas Kesehatan. Obat tersebut perlu dilakukan pengawasan mutunya agar dapat dikelola dengan baik dengan memperhatikan penggunaan dan sasarannya.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan khususnya pasal 108 ayat 1 menyatakan praktik kefarmasian. Praktik tersebut meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat. Selain itu juga pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Praktik tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Praktik kefarmasian dengan pengendalian mutu yang baik juga sejalan dengan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang memfokuskan pada peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan.
Kadiskes Bali dalam arahannya menyatakan bahwa mengusulkan kebutuhan obat harus sesuai dengan RKO (Rencana Kebutuhan Obat). Terutama untuk pengusulan vaksin harus disesuaikan dengan kebutuhan dan juga dalam pengadaan harus sesuai dengan E-katalog. Selain itu dalam mendistribusikan obat harus memiliki ijin edar dan ijin import. Jika itu dilanggar sudah dapat ketentuan perdata dan pidana. Dalam pengelolaan obat kata Kadiskes harus sesuai dengan SOP. Untuk obat Program harus menjadi perhatian dalam mendistribusikan agar tidak terjadi masalah baik dalam penyimpanan dan juga pencatatannya. Saat ini khusunya untuk obat kadaluarsa sedang berproses untuk pemusnahan obat tersebut.