Berantas DBD di Bali, Dinkes Provinsi Bali Kaji Penggunaan Wolbachia
“Berbagai upaya telah Kami lakukan untuk mencegah meningkatnya kasus Demam Berdarah Dangue (DBD) di Bali. Mulai Terapkan 3 M, Penggunaan Vaksin sampai Penyebaran Nyamuk Wolbachia. Dan saat ini Kami masih mengkaji beberapa alternatif untuk mencegah meningkatnya kasus DBD. Yang paling memungkinkan adalah menyebarkan Nyamuk Wolbachia. Akan tetapi ini masih harus dikaji secara mendalam,” Kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom, M.Kes, saat diwawancarai di ruang kerjanya, Senin, 13 Januari 2025.
“Kita belum memutuskan menyebar nyamuk wolbachia meskipun inovasi tersebut dinilai baik untuk kondisi saat ini. Ini harus dilakukan simulasi. Kalau nanti harus menyebarkan nyamuk Wolbachia, Saya justru ingin penyebarannya digelar di seluruh Bali, tidak lagi di kabupaten/kota tertentu saja,”katanya.
Saat ini, imbuh Dr dr Nyoman Gede Anom, proses sosialisasi dan kajian tentang wolbachia masih bergulir, pemerintah daerah ingin mendengar reaksi masyarakat terhadap inovasi ini sehingga tak ingin terburu-buru,”katanya.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali merasa satu-satunya cara jika nyamuk ber-wolbachia ingin diterapkan di Bali, solusinya adalah penunjukan dari pemerintah pusat sehingga tak ada alasan menolak.
Dr dr Nyoman Gede Anom mengungkapkan penggunaan nyamuk Wolbachia di Bali sejatinya sudah siap, sudah diteliti tim Universitas Udayana bahkan sudah dikirim untuk provinsi lain di Indonesia yang menjadi percontohan.
Sampai detik ini penggunaan nyamuk wolbachia di Bali sendiri masih ditolak, sedangkan menurut data mereka sepanjang tahun 2024 kasus demam berdarah di Bali melonjak dua kali lipat lebih dari tahun 2023.
“Dibanding tahun sebelumnya kasus kita ada peningkatan, ini dua kali lipat meningkatnya, tahun 2023 sekitar 7 ribuan, sekarang 15 ribu,” jelas Dr dr Nyoman Gede Anom.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali mencatat kasus demam berdarah akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti sepanjang 2024 sebanyak 15.179 kasus dengan 25 orang meninggal dunia.
“Jika diurutkan, kasus demam berdarah tertinggi terjadi pada Mei dengan 3.339 kasus dan berangsur menurun hingga Desember. Kabupaten dengan kasus tertinggi sepanjang tahun lalu adalah Gianyar dengan 4.453 kasus dan terendah Jembrana dengan 323 kasus.Sedangkan untuk kasus meninggal dunia sembilan orang di Denpasar, lima orang di Gianyar, empat orang di Tabanan, tiga orang di Klungkung, dua orang di Karangasem, satu orang di Badung, dan satu orang di Bangli,”katanya.
Dr dr Nyoman Gede Anom menjelaskan, saat musim hujan kasus yang terjadi tidak setinggi di musim kemarau. Hal ini akibat curah hujan yang tinggi malah menghanyutkan jentik-jentik. Kondisi ini membuat krama Bali harus waspada, sebab perkembangbiakan nyamuk penyebab demam berdarah tidak lagi hanya di musim penghujan.
Jika menggunakan pencegahan 3M, menurut Dr dr Nyoman Gede Anom, tidak optimal, masyarakat perlu menggencarkan gotong royong kebersihan. Sementara untuk vaksin dibutuhkan anggaran pemerintah untuk gratis kepada masyarakat, atau membayar dengan Rp 700.000 untuk dua kali vaksin.
***Humas Dinas Kesehatan Provinsi Bali